Apa itu Nafsu



Apa itu Nafsu ?

NAFSU, walaupun selalu mendapat cacian, namun selalu pula diikuti… Suatu hal yang sering dipandang cela oleh umat manusia… padahal Nafsu itu berasal kata dari Nafis (bahasa arab) yang bererti: Sesuatu yang berharga… Sesuatu yang bernilai istimewa…. Sesuatu yang senantiasa harus dijaga. Sungguh, Nafsu (diri / jiwa) seorang manusia sangatlah berharga… lebih mahal dari seluruh kekayaan dunia… Sayangnya, tak semua menyedarinya.
Manusia tercipta, dan dapat hidup oleh dua kekuatan… Roh dan Jasad… Sumber Roh adalah langit… sementara Jasad bersumber dari bumi… Kerana Jasad terbuat dari bumi maka segala yang perlukan ada di bumi… beras, gandum, buah-buahan, tumbuh-tumbuhan, rempah-rempah, air… Jasad dapat hidup dengan bumi itu sendiri… dan akhirnya, Jasad pun kembali ke bumi… bersatu dengan sumbernya lagi.

Sedangkan Roh yang bersumber dari langit… ia pun mendapatkan segala yang ia diperlukan demi ketahanan hidupnya dari langit… bukan dari bumi… lalu akhirnya, ketika dua kekuatan itu berpisah… Jasad kembali ke bumi… sementara Roh… kembali ke langit.
Jasad dapat dilihat, segala keperluannay pun dapat terlihat dan dikonsumsi secara zahir. Sedang Roh tak dapat dilihat maupun disentuh dengan indra apapun… maka… kebutuhan pokoknya pun tak dapat dilihat, namun dapat dikonsumsi dari sumbernya sendiri iaitu langit…

Ketika seorang bayi senyum sorang2 di usianya yang sangat-sangat muda, kita sering mengatakan bahawa mala’ikat sedang bermain dengannya, itu memang benar, sebab bayi tersebut masih suci… tak ada noda sedikitpun di kalbunya… jernih sejernih-jernihnya.
Kerana kalbu/hatinya yang suci itu mengandung NAFSU… Nafsu itulah yang membuatnya mulia… ialah Nafsu Kamilah… ialah Nafsu Zakiyyah… ialah Fitrah.

Sebuah titisan dari sinaran cahaya Rasul saw. yang dibawa oleh seluruh manusia yang lahir di muka bumi ini… “Kullu mauludin yuladu alal-fithrah” Setiap manusia lahir dengan membawa cercahan cahaya Rasul saw. dalam hatinya (Fithrah), iaitu Nafsu Zakiyyah atau Nafsu Kamilah… ialah agama islam yang semurni-murninya.
Allah swt. berfirman: “Wa’lamu anna fikum Rasulallah” Ketahulilah bahwa dalam dirimu itu ada Rasulullah [utusan allah]… ialah Fitrah tersebut.
Oleh itu maka kita diperingatkan dengan hari ulang tahun tiap-tiap manusia, hakikatnya adalah mempringati lahirnya Fithrah itu… lahirnya cahaya Rasul itu… dengan harapan moga-moga hati dapat suci kembali… dan moga-moga yang kafir dapat menjadi muslim kembali.
Bila seorang bayi mati dalam keadaan suci maka syurga lah tempat tinggalnya.

Namun setelah dipengaruhi oleh agama dan didikan keluarga maupun lingkungannya, mulailah Nafsu Kamilah itu ternodai sedikit demi sedikit… Bila ia ternyata menganut agama lain selain agama islam… kalbunya menjadi hitam nan gelap gelita, bila mati dalam keadaan kafir maka janji Allah ia di neraka selama-lamanya…

Akan tetapi bila ia masih bertahan dalam agama islam namun prilaku jahat, hatinya pun penuh noda, bila ia mati dalam keadaan sekotor itu maka perjalanan menjadi panjang dan penuh rintangan serta hambatan… menuju syurga.
Setelah berumur sekian tahun… setelah baligh dan berakal… setelah mendapat didikan (baik ataupun buruk) dari orang tua, keluarga, pergaulan maupun lingkungan, maka mala’ikat Atid pun turun mengerjakan tugas, manusia muslim itu telah baligh dan mulai tecatat amal baik dan kesalahannya…

Selama ia masih muslim, maka malaikat Atid tetap mengawasi dan menulis, namun jika keluar dari islam, malaikat Atid pun segera menutup buku dan pulang ke kampung halamannya di langit, sebab manusia itu tak perlu diawasi lagi kerana apapun ia lakukan, ia pasti ke neraka tanpa hisab.

Sama halnya dengan seorang nabi dan wali, tak ada mala’ikat Atid yang mengawasi dan mencatat amalnya kerana pasti ke syurga tanpa hisab (tanpa perhitungan pahala dan dosa).
Seorang anak muslim yang telah besar dan mulai berbuat kesalahan, kemudian terbiasa melakukannya… Nafsu Kamilah-nya mulai ternodai… “Innal-abda idza adznaba dzanban kanat nuqtatun sauda’ fi qalbih fa in taba minha shaqula qalbuh wa in zada zadat”.
Mulailah Nafsu Kamilah tertutup oleh nafsu yang lain, nafsu baru yang kotor dan mengotori… ialah Nafsu Mardliyyah…

Bila kesalahan masih terus dilakukan, maka terbentuklah nafsu berikutnya; Nafsu Radliyah.
Kemudian muncullah nafsu kotor berikutnya yang semakin melapisi Fithrah manusia… yaitu Nafsu Muthma’innah… nafsu yang tenang oleh amal perbuatannya (ujub), padahal ia sudah menjauh dari Tuhannya… “Ya ayyatuhannafsul-muthma’innah irji’i ila Rabbiki” Wahai Nafsu Muthma’innah, kembalilah ke Tuhanmu…
Perintah “Kembalilah” tentu ditujukan kepada yang jauh… yang berpaling… yang membelot… yang telah menodai fithrahnya sendiri… Wahai manusia yang bernafsu Muthma’innah… wahai manusia yang menjauh dari Allah dengan nafsu Muthma’innah… kembalilah ke Tuhanmu… janganlah menjauh… dekatkanlah… musnahkan nafsumu itu!
Maksiat masih saja dikerjakan… terbentuklah nafsu baru yang lebih parah… Nafsu Kamilah pun semakin tertutupi… hamba semakin menjauh lagi dari Tuhannya… ialah Nafsu Mulhamah… nafsu yang selalu bingung oleh dua pilihan… antara ketaqwaan dan kekejian… “Wa nafsin wama sawwaha fa alhamaha fujuraha wa taqwaha”.

Muncullah nafsu berikutnya… Nafsu Lawwamah “La uqsimu binnafsillawwamah”… nafsu yang senantiasa mendorong manusia berbuat dosa, setelah berbuat, nafsu itupun menyesal, tak lama kemudian ingat bahwa Tuhan maha pengampun, akhirnya hendak berbuat lagi, kemudian menyesal lagi, lalu merasa bersalah, kemudian ingat bahwa Tuhan sangat penyayang, akhirnya terdorong untuk berbuat lagi… begitu seterusnya tanpa henti.

Tibalah nafsu terangkuh dan terbusuk… nafsu yang serba keji dan kotor… Nafsu Ammarah bissu’… raja nafsu yang selalu memerintah manusia… Lakukanlah, lakukanlah… jangan ragu-ragu… lakukan saja… berbohonglah… berzinalah… membunuhlah… mencurilah… dan seterusnya… “Innannafsa la’ammaratun bissu’”.
Nafsu-nafsu itulah yang telah merosak prilaku manusia sehingga Fithrah menjadi terselimuti oleh kegelapan noda-noda nafsu busuk yang telah memusnahkan segalanya.
Sayangnya… manusia sendiri lah yang mendatangkan nafsu-nafsu itu… dengan kebiasaannya melakukan hal-hal yang tidak baik.

Setelah nafsu-nafsu itu menjadi tebal melekat di kalbu, maka muncullah syaitan untuk membuat tempat tinggal tetap bersama nafsu-nafsu itu.
Pada hakikatnya..Syaitan amat takut dengan Nafsu Kamilah… namun kerana telah tertutupi oleh banyak nafsu kotor yang lain maka syaitan menjadi berani dan senang… kehadirannya pun membuat nafsu-nafsu itu semakin aktif bekerja dan Nafsu Kamilah semakin lenyap… tak menjelma lagi.

Nafsu-nafsu busuk yang mengotori kalbu itu dinamakan dalam al-Qur’an dengan Akinnah… “Waqalu qulubuna fi akinnah”.
Disebut juga dalam al-Qur’an dengan Aqfal… “Afala yatadabbarunal-Qur’ana am ala qulubin aqfaluha”.
Dinamakan pula dengan Ran… “Kalla bal rana ala qulubihim ma kanu yaksibun”.
Disebut juga dengan Ghulf… “Waqalu qulubuna ghulf”.
Disebut juga dengan Hujub… “Wa bainana wa bainaka hijab”.
Sementara oleh baginda Rasul saw. nafsu-nafsu itu disebut dengan Shoda’ (karat)… dlm hadisnya “Inna hadzihil-quluba tashda’ kama yashda’ul-hadid”.
Manusia yang selalu tergoda oleh nafsu dan syaitan, ia tak dapat mangusir syaitan dari hatinya sebelum ia membunuh lebih dahulu nafsu-nafsu yang menyelimuti hati dan fithrahnya. Setelah nafsu-nafsu itu dibuang jauh-jauh dan hati kembali ke Fithrah, maka syaitan pun pergi dengan sendirinya… tidak berani mendekati cercahan cahaya Rasul yang suci itu.

Ibarat lalat yang mengelilingi kotoran dalam sebuah ruangan, bagaimanapun usaha kita mengusir lalat-lalat itu, ia takkan pergi sebelum kotoran itu disingkirkan dan dihapuskan lebih dahulu dari ruangan tersebut walaupun kita katakan bekas itu bershi… barulah lalat-lalat itu mencari tempat lain untuk bermain-main.
Sudah menjadi tabiah Syaitan suka tinggal dan bermain di kalbu-kalbu manusia yang penuh dengan nafsu-nafsu kotor… bilamana nafsu-nafsu itu telah sirna dan tinggallah Nafsu Kamilah saja, maka syaitan segera mencari tempat tinggal yang lain.

Syaitan janganlah selalu menuduhnya jahat… tapi…jangan lupa diri sendiri yang telah mengundang syaitan itu dengan membentuk nafsu-nafsu jahat dalam hati… “Wama ashabaka min syyi’atin famin nafsik” Apa yang kamu lakukan daripada kejahatan maka itu dari dirimu sendiri… dari nafsumu… bukan dari syaitan !

Bagaimana membunuh nafsu? Setiap yang rosak harus dibaiki… lagikan kereta yang rosakl harus pergi ke bengkel untuk dibaiki… lagikan kita sakit pergi merawat di hospital….yang membuat kondisi tubuh menjadi sakit harus pergi ke doktor untuk berubat… demikian pula yang membuat Fithrah menjadi tertutup dan terselimuti oleh banyak nafsu jahat, harus segera ke seorang wali mursyid..!!

Tentunya tanpa seorang guide takkan sukses. Allah telah mengutus seorang wali mursyid yang bertugas untuk membunuh nafsu-nafsu jahat yang ada dalam hati manusia… Allah telah memberikannnya kemampuan dan izin untuk menyelamatkan manusia dari segala kerugian di dunia dan akhirat… akan tetapi hanya untuk yang mau saja… yang tak mau mengikuti wali mursyid maka setan dan nafsu-nafsu tetap bersamanya.

Para kiyai, da’i, guru dan penasihat hanya untuk pencegahan belaka… atau paling tidak meringankan rasa sakit… malah kadang juga menambah parah… kerana mereka pun masih sakit… Sedangkan para ulama’ yang lebih senang disebut dengan Auliya’ atau Wali Mursyid atau Warits Muhammadi… ia mampu untuk mengubati dan boleh mencegah datangnya penyakit lagi.
Ccontoh : Ada seorang penggembala kambing yang sedang berjalan beserta kambing-kambingnya melewati sebuah tanaman subur, hijau dan penuh tumbuhan segar… saat itupun penggembala itu tertidur dan berselimut tebal (tujuh lapis)…
kerana kambing-kambing itu kehilangan kontrol dari sang penggembala… maka liarlah kambing-kambing itu menghabisi tanaman yang ada di sekitar (milik orang lain)… sang penggembala masih tertidur… datanglah sejumlah orang untuk mengamankan suasana… dan berusaha mengembalikan kambing-kambing itu ke jalan (yang lurus)… namun ternyata tak mampu… justeru terus merosak tanaman…

setiap mengembalikan atau menghalang satu kambing, kambing yang lain masih dan kembali memakan tanaman itu… mereka itu datang memang berniat baik… namun ternyata gagal dan malah turut merosak saat mengejar dan menangkap…

Akhirnya… tibalah satu orang yang sangat arif mengatakan: Kalian sedang berbuat apa? Mereka lalu menjawab: Kami hendak mengembalikan kambing-kambing itu ke jalan [kononnya untuk menghalang kambing dari memakan tanaman tersebut] agar tidak merosak tanaman…
Orang itu segera menegur: Bukan begitu caranya… ia pun segera mendatangi sang penggembala yang tidur itu dan melepas selimut-selimutnya satu-persatu sampai ia terbangun… bangunlah… lihat kambing-kambingmu itu pada keliaran… cepat kembalikan… Sang penggembala pun dengan spontan memanggil dan memberi isyarat… kambing-kambing itu lalu kumpul kembali dan melanjutkan perjalanan bersama pengawalan sang penggembala. Mudah saja…kan !
“Wayadlribullahul-amtsala linnas” Allah selalu memberi contoh kepada umat manusia agar mereka cepat faham.
Lalu apa maksud dari cerita (contoh) di atas? Penggembala itu adalah hati… kambing-kambing itu adalah seluruh anggota tubuh manusia… apabila hati bangun dan segar (dalam keadaan baik) maka seluruh anggota tubuh-pun terkontrol dengan sempurna… namun bila hati tertidur dan tertutup oleh selimut-selimut tebal (nafsu-nafsu) maka seluruh anggota (tangan, lidah, kaki, mata, telinga, kemaluan dan perut) akan sembarangan berbuat.

Orang-orang yang mengejar dan berusaha menangkap kambing-kambing itu untuk kembali ke jalan adalah para kiyai dan da’i-da’i yang hanya berbicara kesana kemari mengkhitab anggota tubuh… niat memanglah baik… namun cara menunjuki umat ke jalan yang benar masih kurang tepat… sayangnya… para kiyai dan da’i malah ikut merosak dan mencemarkan suasana hati.
Adapun seorang arif tadi adalah si wali mursyid… si pewaris Rasul saw. yang menunjuki umat dengan cara yang sangat tepat… mengetuk hati… membangun nurani… tak perduli dengan zahirnya yang terjadi… cukup dengan melepaskan kalbu dari nafsu-nafsu yang menyelimuti… lalu menyegarkan mata hati… semua pun akan segera beres..!!
Contoh dan uraian di atas persis seperti kandungan hadits Rasulullah saw. yang berbunyi sebagai berikut :
” إن الحلال بين والحرام بين وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه ألا وإن لكل ملك حمى ألا وإن حمى الله محارمه ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب “
Inti dari semuanya adalah : Hati yang telah kotor oleh nafsu-nafsu, tak dapat dijernihkan kembali kecuali dengan mengikuti seorang spesialis qolbu… iaitu seorang wali mursyid yang mewarisi Rasul saw. Memanglah Allah swt. adalah penunjuk jalan dan pemberi hidayah yang utama kerana Ia berfirman: “Qul innal-huda hudallah yahdi man yasya’”…
namun di sisi lain… Allah juga menegaskan bahwa baginda Rasul pun dapat memberi hidayah dengan firman-Nya: “Wa innaka latahdi ila shirathin mustaqim”… selanjutnya Allah pun mengutus para pewaris Rasul yang juga diberi restu oleh-Nya untuk memberi hidayah “Likulli qaumin had”…

Dari itu Allah swt. berfirman: “Wa lillahil-izzatu wa lirasulihi wa lil-mu’minin”… Allah juga berfirman: “Wa quli’malu fasayarallahu amalakum wa Rasuluhu wal-mu’minun”.
Kewajiban kita adalah mengikuti seorang wali mursyid, yang secara otomatis menandakan taat kepada Allah dan Rasul-Nya saw.

Setelah melalui proses penjernihan hati dengan ittiba’ kepada wali mursyid… maka Nafsu Kamilah kembali menyinari jiwa manusia… lepas dari nafsu-nafsu yang jahat tadi… Awalnya dengan membunuh Nafsu Ammarah bissu’… kemudian Nafsu Lawwamah… Nafsu Mulhamah… kemudian Nafsu Muthma’innah… di saat itu ia merasa diri telah bersih dan dekat dengan Tuhan… padahal masih jauh… karenanya Allah memanggil :
” يا أيتها النفس المطمئنة ارجعي إلى ربك راضية مرضية فادخلي في عبادي “
Wahai Nafsu Muthma’innah… kembalilah ke Tuhanmu… janganlah menjauh… mendekatlah… kembalilah ke Nafsu Radliyah… kemudian kembalilah ke Nafsu Mardliyyah… setelah itu kembalilah ke Nafsu Kamilah lalu “Fadkhuli fi ibadi”
Bergabunglah bersama para hamba-Ku… hamba-hamba yang aman dari godaan syaitan… “Inna ibadi laisa laka alaihim sulthan” Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak dapat ditaklukkan oleh syaitan…
“La’aghwiyannahum ajma’in illa ibadaka minhumul-mukhlashin” Syaitan akan menggoda semua manusia… kecuali mereka para hamba Allah yang telah dijernihkan hatinya (oleh Allah dan Rasul-Nya melalui Wali Mursyid)… yang telah dijernihkan hatinya… bukan yang telah menjernihkan hatinya!

Setelah kembali suci dengan keutuhan Nafsu Kamilah, maka agar Fithrah tak ternodai lagi, wali mursyid segera melapisinya dengan tujuh sifat Allah; Ilmu, Qudrah, Iradah, Bashar, Sama’, Hayah dan Kalam… Dengan demikian jadilah ia seorang waliyyullah yang sah dan rasmi… kerana telah mencapai makna hadits yang berbunyi :
” فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها وإن سألني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه “
“A’da a’da’il-mar’i nafsuhullati baina janbaih” Sejahat-jahat musuh manusia adalah nafsu-nafsunya itu sendiri. Semoga kita tetap ingat bahwa zaman ini adalah zaman jihad akbar… dan jihad akbar itu adalah jihad melawan dan membasmi hawa nafsu… semoga Allah dan Rasul-Nya mempertemukan kita dengan wali mursyid dan warits muhammadi zaman ini… sehingga hati ini segera terobati… amin.

Selamat merenungi……..

Rujukan Sumber : Abna’ as-Syeikh