Talaqqi
S : Tarekat tidak mengkaji kitab apapun, hanya ilmu Syekh saja yang diterima dan diamalkan !!
J : Tidak penting belajar dari buku atau dari guru... yang penting ilmu yang dipelajari itu benar atau tidak! Namun perlu dirincikan sebagai berikut :
Pertama: Kami tidak menentang kitab-kitab dan ulama' terdahulu selama kebenarannya dapat dipastikan dan dipertanggungjawabkan.
Kedua: Kami tidak mengkaji kitab apapun sebab ilmu Maulana Syekh bagaikan samudra yang amat sangat luas !! Apa bedanya belajar dari buku berisikan ilmu dengan manusia (wali Allah) yang penuh barokah dan ilmu laduni? bukankah dari buku yang hidup lebih menjamin?
Ketiga: Semua kitab-kitab dahulu kami benarkan (jika memang benar) dan kami akui bahkan kami jadikan sebagai rujukan bila diperlukan. Maulana Syekh saja sering menukil kata-kata ulama' dalam kitab-kitab mereka seperti kitab Ihya' Ulumiddin oleh Imam al-Ghazali Ra., kitab-kitab Syekh Abdul-Halim Mahmud Ra., kitab-kitab Syekh Ibnu Arabi Ra. dan lain-lain. Dan yang pasti Qur'an dan Sunnah selalu menjadi pegangan utama beliau.
Keempat: Para ulama' menjelaskan bahwasanya terdapat ilmu-ilmu agama yang boleh dikaji melalui kitab-kitab seperti ilmu Fiqh yang mana sudah baku sejak zaman para imam mazhab yang empat. Terdapat juga ilmu-ilmu yang kadang boleh dikaji melalui kitab dan kadang tidak boleh, seperti ilmu Tasawuf. Syekh Abdul-Qadir Isa sendiri dalam kitabnya Haqa'iq an al-Tashawwuf menerangkan bahwa ada kitab-kitab Tasawuf yang boleh dikaji dan ada yang tidak boleh dikaji melainkan oleh orang-orang khawash saja.
Kelima: Allah sendiri mengatakan: "Bertanyalah kepada Ahli Zikir jika kamu tidak mengetahui", Allah tidak pernah berkata: Bacalah dan kajilah buku-buku jika kamu tidak mengetahui !!
Keenam: Apa yang disusun oleh mereka sekali lagi kami hargai dan kami hormati, akan tetapi yang harus kita ketahui adalah bahwasanya ilmu-ilmu Allah jauh lebih luas dari apa yang ada dalam kitab-kitab itu.
Ketujuh: Dalam hadits diterangkan bahwa Allah Swt. mengutus seorang mujaddid setiap zaman, jikalau kitab-kitab dahulu sudah cukup, lalu apa fungsi diutusnya mujaddid? tentunya untuk mendatangkan hal-hal baru dari Allah Swt. (sang pengutus) untuk umat tanpa menentang ilmu-ilmu dan kitab-kitab yang sudah mendahului (asal benar juga). Lagi pula buku-buku terdahulu itu bisa saja salah cetak, atau sudah di-tahrif / di-tadsis isinya, atau yang baca salah memahaminya, dan seterusnya. Bukankah lebih selamat belajar dari seorang mujaddid, pewaris Rasul dan wali Allah yang ilmunya sudah pasti benar dan luas karena bersumber langsung dari Allah Swt. (ilmu laduni) serta mampu memahamkan umat dengan hikmah dan bashirahnya?
Kedelapan: Sebuah keistimewaan bila kami tidak menggunakan kitab ketika mengaji, itu berarti kami bisa hemat biaya dan tenaga, dan pemahaman lebih terjamin. Lebih istimewa lagi kalau ternyata kami mendapatkan ilmu yang banyak, benar dan kuat padahal tanpa satu bukupun.
Kesembilan: Tasawuf sebetulnya bukanlah ilmu yang dapat diraih melalui buku. Imam al-Junaid sendiri berkata :
إذا أراد الله بعبد خيرا أوقعه إلى الصوفية ومنعه صحبة القراء
Dr. Muhammad Ahmad Darniqah mengatakan :
لو حفظ المريد كتبا متعددة بدون تربية شيخ وإرشاده لن يصل إلى مبتغاه لأن الشيخ المرشد يخلصه من رعونات نفسه الأمارة بالسوء ودسائسها الخفية وهذه القضية لا يمكن أن يحصلها المريد من مطالعة الكتب كما أنه ليس للسالك القدرة في ابتداء سلوكه أن يصل إلى معرفة ربه
Imam Syafi'i Ra. berkata :
شر البلية تَشَيُّخ الصحفية
Ulama' salaf juga telah mengatakan :
من كان الشيخ كتابه كان خطؤه أكثر من صوابه
Syekh Abu Zira'ah mengatakan :
لا يفتي الناس صحفي ولا يقرئهم مصحفي
Syekh Tsaur bin Yazid mengatakan :
لا يفتي الناس الصحفيون
Muhammad Husain Ya'qub mengatakan :
ارحل إلى العلماء ولا تقنع بسماع شريط أو قراءة كتاب
Salah seorang ulama' juga mengatakan :
لا تأخذ العلمَ من الصُّحُفِ ولا القرآنَ من المُصْحَفِ
Syekh Abdul-Wahhab al-Sya'rani Ra. berkata :
سمعت سيدي علياً الخواص رضي الله عنه يقول : إِياك أن تعتقد يا أخي إِذا طالعت كتب القوم وعرفت مصطلحهم في ألفاظهم أنك صرت صوفياً إِنما التصوف التخلق بأخلاقهم ومعرفة طرق استنباطهم لجميع الآداب والأخلاق التي تحلَّوْا بها من الكتاب والسنة
Imam Malik bin Anas Ra. berkata :
إن العلم ليس بكثرة الرواية إنما العلم نور يقذفه الله في القلب
Mahmud al-Murakibi menyebutkan beberapa adab kaum sufi dalam kitabnya Aqa'idushshufiyyah sebagai berikut :
الإكتفاء بالشيخ وتعظيمه والتحذير من سماع العلم من غيره وألا يقرأ كتابا في العلم إلا بإذن الشيخ، وقد حدث هذا مع الشاذلي وشيخه ابن بشيش وكذا الشعراني وشيخه الخواص وابن المبارك وشيخه الدباغ وغيرهم
Kesimpulannya:
Seorang murid harus bertasawuf, bersuluk dan bertarekat dengan berguru pada seorang wali mursyid. Harus satu guru dan harus bergantung sepenuhnya kepada guru tersebut serta ilmu yang diamalkan hanyalah ilmu guru, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama' Tasawuf terkemuka seperti Syekh Abu-al-Hasan al-Syazuli Ra. (murid Syekh Abd Salam bin Basysisy Ra.) dan Syekh Abdul-Wahhab al-Sya'rani Ra. (murid Syekh Ali al-Khawwash Ra.).
Adapun isi buku-buku yang ada hanyalah sebagai maklumat dan wawasan (wacana) saja, dan hanya ilmu guru yang dijadikan sebagai pegangan. Demikianlah tuntutan ilmu tasawuf kepada para salikin yang telah menemukan wali mursyid atau warits muhammadi agar tidak bingung / stress (over dosis).
Adapun mereka yang tidak dapat wali mursyid, mujaddid dan warits muhammadi, maka boleh-boleh saja belajar dari buku dan menjadikannya sebagai pegangan namun harus tetap mencari semampunya seorang waris muhammadi.
Sebagai akhir kata: Boleh saja mengkaji kitab Ihya' Ulumiddin namun bila bertemu dengan Imam Ghazali, mengapa masih harus mengkaji? Boleh saja mengkaji kitab-kitab Hadits, namun bila bertemu Rasul, mengapa masih harus meneliti sanad dan riwayat? Boleh saja membaca buku apapun tentang agama dan tasawuf, mengkaji, mempelajari dan mendalaminya, namun bila bertemu wali mursyid, pewaris Rasul dan imam zaman, mengapa masih harus bergantung pada lembaran kertas?
sumber: solahnawadi