Seminar & Deklarasi: (Sayyid/Habib) Akar
Sejarah Islam Damai di Nusantara
Di Yaman
Selatan, ada sebuah daerah bernama Hadhramaut. Berdasarkan kajian sejarah dan
antropologis tentang masuknya Islam ke Nusantara, didapatkan fakta
sejarah bahwa dari daerah Hadhramaut itulah salah satu arus penyebar Islam
pertama di Indonesia berasal. Mereka adalah golongan orang yang dikenal dengan
sebutanAlawiyyin. Banyak
yang kemudian menyebutnya dengan istilah "Habib" atau "Sayyid".
Para Alawiyyin datang ke Nusantara kala itu sebagai pedagang. Namun,
bukan berdaganglah tujuan utama mereka, melainkan berdakwah., menyebarkan Islam
di Indonesia. Inilah generasi pertama dakwah Islam di
Nusantara.
Sejak awal mereka berdakwah dengan metode damai. Corak dakwahnya
persuasif dan akulturatif. Mereka tak datang dengan pedang, melainkan dengan
cinta. Mereka juga masuk ke 'jantung' tradisi masyarakat Nusantara kala itu,
berbaur dengan penduduk setempat dan baru kemudian secara persuasif
mengakulturasikan nilai-nilai dasar Islam dengan nilai-nilai budaya yang ada di
Nusantara kala itu. Mereka menjadi dalang di pewayangan dan
menceritakan kisah tentang para nabi dalam Islam, khususnya Nabi Muhammad Saw,
melalui pertunjukan wayang.
Tak mengherankan, bila kemudian dari penyebaran Islam yang damai sejak
awal itu, lahir komunitas Muslim di Nusantara –dan Asia Timur Jauh yang menjadi
lokasi dakwah mereka juga- yang merupakan komunitas Muslim moderat, damai dan
toleran.
Melacak kembali peran dakwah damai Alawiyyin di
Nusantara itulah yang menjadi tema seminar sel
ama dua hari (Sabtu-Minggu, 14-15
Juli 2012) di Gedung Sovereign Plaza, Jalan TB. Simatupang, Jakarta. Seminar
yang diikuti oleh sekitar 200 peserta undangan, yang terdiri dari perwakilan
organisasi masyarakat (Ormas) Islam, akademisi, peneliti, jurnalis dan LSM di
Indonesia itu diselenggarakan oleh Lembaga Studi Agama dan Budaya Indonesia
(LSABI). Seminar internasional ini menghadirkan narasumber dari berbagai
negara, seperti Prof. Dr. Azyumardi Azra (UIN – Indonesia), Habib Lutfi bin
Yahya (Indonesia), Habib Zayd Abdurrahman Yahya (Hadramaut-Yaman), Prof.
Engseng Ho (Duke University), Dr. Mark Woodward (Arizona State University),
Prof. Dr. Yasmine Shahab (UI-Indonesia), Ismail Fajrie Al-Attas, Can. Ph.D
(Univ. of Michigan – Indonesia), dll.
Seminar itu bermaksud untuk napak tilas, mengingat kembali dan tentunya
menerapkan dakwah serta sikap keberislaman damai yang dibawa oleh kaum
Alawiyyin Hadhramaut yang kemudian menjadi identitas paling kental
dari Islam di Indonesia. Upaya yang layak diapresiasi, terutama karena
akhir-akhir ini, Islam Indonesia yang damai itu sering dinodai pertikaian
sektarian. Pertikaian yang bukan hanya tak sesuai dengan nafas dakwah dan corak
Islam yang dibentuk sejak pertama kali ia masuk, namun telah bertentangan
dengan nilai-nilai dasar Islam dan menjadi salah satu penyebab utama kemunduran
umat Islam. Sedangkan persatuan Islam (ukhuwah Islamiyah) merupakan
salah satu prinsip dasar yang selalu diajarkan dan dipegang teguh oleh umat
Islam sejak pertama kali Islam diperkenalkan di Nusantara oleh kaum Alawiyyin.
Oleh karenanya, setelah melacak dan mengingat kembali tentang metode dan
corak Islam damai yang masuk ke Indonesia melalui generasi Hadhramaut itu,
seminar ditutup dengan pembacaan deklarasi yang secara umum menegaskan bahwa
Islam yang masuk, ada, dan berkembang di Indonesia adalah Islam damai. Islam
yang damai melihat perbedaan pandangan dan madzhab dalam Islam sebagai bagian
dari kekayaan khazanah Islam, dan menempatkan persatuan Islam sebagai 'harga
mati' demi kemajuan Islam di masa depan. Deklarasi itu juga menginstruksikan
agar umat Islam di Indonesia tak lagi mempermasalahkan –apalagi mempertikaikan-
perbedaan madzhab dan pandangan di antara mereka. Sebab, selain tidak sesuai
dengan nilai dasar Islam dan nafas Islam yang dibawa kaum Alawiyyin,
konflik dan pertikaian itu juga hanya akan membuat komunitas Muslim terpuruk di
tengah kemajuan zaman.
11 Deklarasi Islam Damai Kaum Habib/Alawiyin di
Nusantara
Selama dua
hari, Sabtu-Minggu, 14-15 Juli 2012, sebuah seminar internasional digelar untuk
melacak kembali peran dakwah damai Alawiyyin di Nusantara. Seminar di Gedung Sovereign Plaza, Jalan TB.
Simatupang, Jakarta, yang diikuti oleh sekitar 200 peserta undangan, yang
terdiri dari perwakilan organisasi masyarakat (Ormas) Islam, akademisi,
peneliti, jurnalis dan LSM di Indonesia itu, menghadirkan narasumber dari
berbagai negara, seperti Prof. Dr. Azyumardi Azra (UIN – Indonesia), Habib
Lutfi bin Yahya (Indonesia), Habib Zayd Abdurrahman Yahya (Hadramaut-Yaman),
Prof. Engseng Ho (Duke University), Dr. Mark Woodward (Arizona State
University), Prof. Dr. Yasmine Shahab (UI-Indonesia), Ismail Fajrie Al-Attas,
Can. Ph.D (Univ. of Michigan – Indonesia), dll.
Di akhir acara, seminar itu ditutup dengan merumuskan dan mendeklarasikan
sebuah keputusan penting tentang Islam Nusantara yang patut dikembangkan dan
dilestarikan oleh seluruh umat Islam Indonesia, sesuai dengan akar historisnya
yang dibawa oleh kaum Habib/Alawiyyin dari Hadhramaut, Yaman Selatan.
Berikut "11 Deklarasi Islam Damai Kaum Habib/Alawiyin di
Nusantara" yang menjadi pegangan dan komitmen umat Islam di
Indonesia, khususnya Kaum Alawiyyin, dalam keislamannya:
Pertama, Alawiyyin dari Hadhramaut telah
mengajarkan Islam yang berpijak pada tradisi tasawuf, jalan tengah atau
moderasi (tawasuth), serta inklusif dalam teori dan praktik
keagamaan.
Kedua, Thariqah ‘Alawiyah, yang mengajarkan
prinsip-prinsip akhlak yang tinggi, menghargai sesama Muslim, ber-husnuzhan kepada
sesama umat, dan menghargai sesama manusia terbukti telah berhasil
mengembangkan pemahaman Islam yang penuh kedamaian dan toleransi.
Ketiga, metodologi dakwah kaum Alawiyyin Hadharim berpijak
pada adaptasi dan apropiasi terhadap budaya lokal. Dengan demikian, dakwah
Islam yang dipraktikkan Kaum Alawiyyin bukan saja tidak
menimbulkan gesekan dan pertikaian dengan lingkungan lokal, melainkan justru
menjadikan ajaran Islam lebih mudah diterima oleh berbagai kelompok yang
menjadi obyek-dakwahnya.
Keempat, karena sifat dan metodologi dakwah yang sama,
maka Kaum Alawiyyinpada umumnya menjadi pelopor nasionalisme dan
membuktikan diri sebagai kontributor penting bagi terbentuknya kebangsaan
Indonesia yang kuat dan kemajuannya di berbagai bidang kehidupan.
Kelima, dalam menyikapi perkembangan akhir-akhir ini,
Kaum Alawiyyin menyerukan pentingnya revitalisasi dakwah damai di
Indonesia dan meninggalkan sikap-sikap ekstrem, radikal, memonopoli kebenaran,
serta penuh kekerasan dan pemaksaan dalam kehidupan keagamaan.
Keenam, Kaum Alawiyyin juga
menyerukan agar seluruh umat Muslim di Indonesia meninggalkan pertikaian
terkait soal-soal khilafiyyah yang tidak berguna dan
membuang-buang energi umat seraya mengedepankan semangat persatuan dan menerima
perbedaan sebagai bentuk rahmat Ilahi.
Ketujuh, dalam konteks keindonesiaan, Kaum Alawiyyin mendukung
Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) demi kesejahteraan rakyat seluruh
Indonesia, dan mengingatkan agar seluruh kaum Muslim di Indonesia waspada
terhadap upaya-upaya kelompok-kelompok tertentu untuk memperlemah bangsa
dengan cara melakukan fitnah untuk mengadu-domba di antara mereka.
Kedelapan, Kaum Alawiyyin menyerukan
ditegakkan ukhuwah Islamiyyah di antara seluruh umat Islam
yang di bawah Ketuhanan yang Maha Esa dan Kerasulan Muhammad Saww. yang
merupakan rahmat bagi sekalian alam, sebagai pilar bagi terwujudnya ukhuwah
wathaniyyah (persaudaraan nasional) dalam kerangka NKRI.
Kesembilan, Kaum Alawiyin menyerukan
agar masyarakat memberikan prioritas utama kepada upaya-upaya menanamkan
ketakwaan dan akhlak (budi-pekerti) yang luhur, dan menjadikannya pilar utama
dalam setiap upaya pendidikan, baik di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun
informal, mengingat pembudayaan takwa dan akhlak (budi pekerti) yang luhur
adalah prasyarat mutlak bagi terciptanya kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat yang baik sekaligus dapat menjadi pembendung serbuan dahsyat
pengaruh-pengaruh buruk yang selama ini terbukti makin menggerogoti moral
bangsa dan masyarakat di berbagai bidang kehidupan.
Kesepuluh, Kaum Alawiyin menyerukan
agar dilakukan upaya-upaya lebih sistematis dan terorganisasi untuk
pengembangan ekonomi rakyat dalam rangka upaya-upaya mengentaskan dhu’afa dari
kemiskinan serta memberantas segala bentuk korupsi yang menjadi penghalang
utama menuju bangsa Indonesia yang kuat, adil, makmur, mandiri, dan
demokratis .
Kesebelas, menyerukan dibentuknya suatu forum kajian dan
pengembangan program di berbagai bidang yang terkait dengan pemeliharaan
warisan dan peningkatan peran Kaum Alawiyin dan Thariqah
Alawiyah, termasuk kajian kesejarahan Alawiyin di Nusantara,
kajian ajaran Thariqah 'Alawiyah, meliputi kajian
bibliografis dan etnografis, penerbitan karya-karya dan hasil-hasil kajian
kaum Alawiyin, serta penyelenggaraan, diskusi, seminar,
dan workshop, demi peningkatan secara terus-menerus peran kaum
‘Alawiyin dalam berbagai upaya menciptakan umat Islam dan masyarakat Indonesia
yang terbuka, damai, penuh toleransi, sekaligus bersatu, maju dan beradab.
[Husein/Mizan.com]