Mengenai rahsia huruf yang terkandung dalam Alquran, secara tegas Rasulullah tidak pernah menjelaskan rahsia ini. Baginda hanya mengisyaratkan bahwa di dalam Alquran itu jika diringkas, intipati pada Alquran itu adalah dalam surat Al-Fatihah sehingga ia juga disebut sebagai ummul qur’an, kemudian dikembangkan oleh ulama sufi menjadi satu ilmu dalam mencari hakikat huruf atau firman.
Mungkin cara yang ditempuh oleh para guru-guru sufi sering kali membuat pengamat atau masyarakat awam menjadi bingung, sehingga mereka dianggap orang yang ‘mengada-ada’ dalam beragama. Malah ada mereka yang mengelarkan gila dan menyesatkan. Sebenarnya tidaklah demikian,  kerana mereka yang bergelar guru-guru sufi adalah orang yang menyusun kaedah, cara dan method sedemikian agar sang murid mudah memahami dalam erti hakikat. Hal itu tiada salah, karena di dalam memberikan pengertian hakikat atau erti tersembunyi, ia sangatlah menyulitkan, sehingga mereka mempunyai cara yang indah untuk memudahkan dalam memberikan erti rahsia ketuhanan dengan sederhana. Atas hal ini, kita jangan mencurigai dan merasa pelik dengan ajaran para ahli sufi ini.
Mari sama-sama kita fahami rahsia huruf ini. Huruf adalah sebuah rumus yang pada mulanya tidak memiliki erti apa-apa. Kemudian disusun menjadi sebuah kata dan dari susunan kata menjadi sebuah kalimat dan dari kalimat terkandung sebuah pengertian, dan pengertian itu bukanlah sebuah kalimat !!
Kalau kita perhatikan sebelum ada kesepakatan manusia mengenai rumusan huruf, huruf adalah sebuah perkataan atau erticulation yang timbul dari dorongan udara yang terhalang oleh kotak suara pada tekak manusia, sehingga ia menghasilkan suatu bunyi. Contohnya perkataan “ADUH !! AU !!” bukan sebuah kalimat tetapi mengandung sebuah pengertian menunjukkan rasa sakit atau terkejut.
Seandainya rumus-rumus itu tidak ada, maka huruf, kata, kalimat pun tidak ada, akan tetapi walaupun rumus-rumus huruf tidak ada, namun hakikat pengertian dalam diri manusia tetap ada. Anda akan menemukan bahasa yang sama pada diri manusia seluruh dunia iaitu bahasa jiwa, yang tidak berhuruf, tidak bersuara dan tidak bergambar.
Oleh yang demikian, maka benarlah bahwa Alqur’an itu awalnya adalah bahasa wahyu (bahasa Allah) “laa shautun wala harfun” tidak berupa suara dan bukan berupa huruf yang ditransilasi (dialih bahasa) ke dalam bahasa manusia iaitu bahasa Arab !!. Pada saat itu, Rasulullah saw hanya mengerti dengan jelas apa yang telah turun ke dalam jiwanya. Bahasa Allah itu berupa ilham atau wahyu, menurut kamus bahasa Arab dalam Munzid, ilham itu bererti memasukkan pengertian ke dalam jiwa orang itu dengan cepat. Dikehendaki dengan cepat, ialah dimasukkan sesuatu pengetahuan ke dalam jiwa dalam sekaligus dengan tidak terlebih dahulu timbul dalam fikiran dan muqadimahnya. Contohnya seperti binatang bernama lebah, ketika ia menerima wahyu dari Allah, binatang itu tidak mengenal huruf, akan tetapi mereka mampu menangkap arahan Allah ketika Allah mengarahkannya membuat sarang lebah yang indah dan tersusun rapi!.
Pengertian itu tidak terdiri dari rangkaian huruf atau suara. Umpama perasaan CINTA dan perasaan RINDU. Perasaan ini tidak ada tertulis huruf C-I-N-T-A, walaupun kita tidak menggunakan rangkaian huruf dan suara mengapa kita memahami rindu dan cinta itu, sehingga akhirnya kita menterjemahkan ke dalam bahasa manusia menjadi “aku rindu, aku cinta dan pelbagai perkataaan lain lagi”. Keadaan ini sangat jelas dan tidak boleh bercampur dengan perasaan lainnya. Cinta itu sangat jelas tempatnya bahkan kita mampu menceritakan dengan bahasa yang mudah. Inilah rahsia firman Allah yang akan diungkapkan oleh ulama sufi dalam bahasa yang indah dan difahami oleh murid-muridnya.
Selanjutnya setelah kita mengerti akan huraian perbincangan di atas maka marilah sama-sama kita membahas maksud rahsia huruf dalam Alqur’an.
Alquran mengandung 6666 ayat, terhimpun dalam AL FATIHAH dan Al fatihah pula terhimpun dalam BISMILLAHIRRAHMAN NIRRAHIM dan bismillahirrahman nirrahim terhimpun dalam Alif, sedangkan ALIF terhimpun dalam BA’ dan pada Ba’ terhimpun pada titiknya. Pada titik inilah awal bermula semua kejadian bentuk huruf.

Hampir begitu mudah sekarang kita memahami maksud rumusan di atas karena kita tahu bahwa Al qur’an itu adalah firman Allah swt yang mengandungi seluruh ayat perintah dan larangan, hukum-hakam dan sejarah bangsa-bangsa manusia. Manakala pada keseluruhan rangkaian firmanNya sebanyak 30 juz itu ternyata terangkum dalam ummul qur’an (Al fatihah).
Pada ummul qur’an menyimpulkan intipati ajaran Alquran :
Tentang masalah ketuhanan iaitu sifat af’al dan Dzat Allah. Dialah Allah yang memiliki sifat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tidak ada yang berhak menyandang pujian kecuali Dia. Dialah tempat segala mahluk bergantung. Karena Dia adalah penguasa alam semesta. Kepada-Nya manusia memohon pertolongan dan petunjuk. Demikianlah kesimpulan maksud ummul Qur’an, iaitu berserah dan menerima Allah serta bersandar kepada yang Maha menguasai alam dan diri manusia.
Inilah intipati maksud daripada rangkaian ayat-ayat dalam Al fatihah. Ia adalah tertumpu pada huruf ba’(dalam tata bahasa Arab sebagai ba’ sababiyah), ertinya semua yang ada berasal dari huruf ba’ dengan sebab ismi (nama). Kalau dipisah bi-ismi-Allah (bismillah), semua yang ada karena sebab adanya Asma’, pada Asma’ terdapat yang memiliki Asma’ iaitu Dzat. Ini terangkum dalam erti titik, karena titik baru bersifat Kun (jadilah) maka terjadilah segala sesuatu. Karena kun-Nya yang dilambangkan dengan titik, merupakan asal dari segala coretan huruf berasal dari titik-titik yang beraturan menjadi garis, garis menjadi bentuk atau wujud. Sedangkan dzat tidak berupa titik karena titik masih merupakan sifat dari pada DZAT !! ertinya Kun Allah bukanlah DZAT, karena Kun (kalam / wahyu) adalah sifat dari pada Dzat, bukan Dzat itu sendiri, … sehingga erti titik adalah akhir dari segala ciptaan, pada titik ini terkandung idea-idea yang akan menghasilkan suatu bentuk dan pada wilayah inilah yang dimaksud para kaum sufi sebagai Nur Muhammad (cahaya terpuji), karena segala sesuatu akan memuja dan mengikuti kehendak Dzat, dan Dzat berkata melalui Kun-Nya, maka jadilah semuanya. Hal ini juga terurai dalam filsafat yang menunjukkan erti hidup, diurai dalam makna yang berbeza, akan tetapi mempunyai kandungan pengertian yang hampir mirip dengan huraian kita di atas.
Seorang guru besar mengajarkan kepada anaknya hal berikut :
Ambilkan aku buah pohon itu di sana,
Sang murid menjawab, Ini dia yang mulia.
Belah dua-lah itu.
Sudah terbelah, yang mulia
Apakah yang kamu lihat ?
Saya melihat biji yang amat kecil
Belah dua-lah salah satu dari padanya
Dia sudah terbelah, yang mulia
Apakah yang kamu lihat didalamnya ?
Tidak ada sesuatu apapun, yang mulia
Sang guru berkata :
Yang halus ialah unsur hidup
Yang tak tampak olehmu
Dari yang halus itulah sebenar yang ada
Yang dari padanya sekalian ini terjadi
Itulah hakikat yang sejati,
Itulah hidup
Itulah kamu ……
Dari sebuah biji, terangkum idea-idea yang akan terjadi, nanti akan ada sebuah akar yang menjulur, daun-daun yang hijau, batang yang kukuh serta buahnya yang ranum. Dan itu terangkum dalam sesuatu yang tak terlihat, iaitu hakikat hidup.
Syeikh An Nafiri menghuraikan masalah huruf ini dalam kitab Raaitullah (Aku telah Melihat Allah). Beliau dalam pembahasan masalah hakikat juga menggunakan ‘huruf’ sebagai lambang segala sesuatu tercipta untuk mengungkapkan bahwa dzat itu bukanlah sebuah apa yang boleh digambarkan, sebab segala sesuatu yang masih boleh digambarkan disebut dengan huruf.
Huruf disusun menjadi perkataan, dari perkataan menjadi pendapat, pendapat bersama dengan perkataan akan menjadikan bilangan. Pendapat disatukan dengan bilangan perkataan, dan bilangan perkataaan disatukan dengan bilangan pendapat menimbulkan kekuatan magik, dan atas dasar hukum peringatan, hal yang demikian adalah masuk dalam kekufuran. Hukum bilangan kata adalah hukum bantah-membantah (sengketa) yang satu berlawanan dengan yang lain, hal mana membawa kepada kepiluan dan kecemasan, hal yang demikian adalah kemustahilan belaka dan menjadikan ketegangan dan kegoncangan.
Asma’ (nama-nama), sifat-sifat dan Af’al (perbuatan-perbuatan) adalah hijab semua atas Dzat ilahiat. Karena sesungguhnya Dzat ilahiat itu tidak dapat menerima pembatas. Dzat ilahiyat itu berada pada tingkat ketinggian, sedangkan pelepasan (penanggalan tajrid) dan Asma dan Ilahiyat adalah urut-urutan yang menurun. Asma dengan Dzat Asmanya berdiri tanpa perbuatan, Asma dapat berbuat hanya dikarenakan Dzat Allah semat dan sesungguhnya persoalannya berkisar bagaikan perkakas dan alat-alat dan huruf di dalam syurga adalah merupakan alat-alat dan perkakas.
Kesimpulan dari semua keterangan di atas adalah:
Para sufi ingin memudahkan dalam pencarian Tuhannya melalui firman dan ciptaanNya….
Secara berurutan terurai sebagai berikut …
Alam adalah firman Allah yang tak tertulis (ayat-ayat kauniyah), dan
Alqur’an adalah ayat-ayat kauliyah …
Semua alam semesta tergelar atas Asma Allah (bismillah)
Asma terkandung kehendak …
Kehendak terkandung dalam sifat…
Sifat terkandung dalam Af’al
Af’al terkandung pada Dzat
Semua itu adalah hijab, kerana asma’, sifat, af’al bukanlah dzat itu sendiri … itulah yang dimaksud para sufi bahwa segala yang tergambarkan adalah HURUF, dan merupakan hijab, … dan Dzat berada dibalik TITIK … dzat tidak dapat digambarkan oleh sesuatu, … untuk mengetahui Dzat Allah harus menyingkirkan huruf dan titik, karena itu adalah hijab !!